Kehidupan Ibu Rumah Tangga Pesisir Jepara

KEHIDUPAN WANITA PESISIR DI KECAMATAN KEDUNG JEPARA

Kecamatan Kedung merupakan salah satu dari 14 kecamatan yang berada di Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan tersebut berhadapan langsung dengan Laut Jawa. Dari Kota Jepara Keamatan Kedung dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dalam waktu kurang dari 20 menit. Oleh karena keadaan jalan yang cukup baik, menjadikan desa-desa yang ada mudah dijangkau. Jalan utama yang menghubungkan desa-desa atau desa dengan daerah lain, kebanyakan mencapai 4 meter. Kondisinya cukup bagus dan beraspal. Sementara secara administratif, Kecamatan Kedung berbatasan dengan wilayah atau daerah lain. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tahunan Pecangaan, sebelah barat berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Demak Propinsi JawaTengah.

Mengenai kependudukan, dari data[6] jumlah penduduk di Kecamatan Kedung sebesar 62.491 jiwa atau 49,875% dan wanita sebesar 31.327 jiwa atau 50,13%. Dari jumlah tersebut ada 16.439 kepala keluarga (KK), sehingga rata-rata anggota dalam setiap keluarga terdapat 4 jiwa. Sementara tingkat pendidikan, bahwa masyarakat Kecamatan Kedung terdolong rendah. Proporsi terbesar (31,0%) penduduk hanyalah tamatan sekolah dasar. Penduduk yang tidak tamat sekolah dasar sebesar 14,1% dan tidak sekolah dasar 13,0%. Kemudian penduduk yang menamatkan belajar sampai bangku SLTP 39,3% dan sampai tingkat SMA hanya sebesar 2,6% dari jumlah penduduk seluruhnya. Besarnya persentasi penduduk yang tidak tamat SD di Kecamatan Kedung ini dikarenakan banyak orang tua yang telah mengajak anaknya untuk mencari nafkah. Anak laki-laki untuk membantu ayahnya mencari ikan di tengah laut dan yang wanita kegiatan mengesek ikan, meskipun mereka masih dalam usia sekolah.

Pada waktu-waktu tertentu seperti pada musim ikan yakni bulan antara Desember sampai Maret, jumlah penduduk bertambah dengan musiman. Wilayah ini akan dihuni oleh sejumlah pendatang yang ingin mencari pekerjaan. Secara umum mereka bekerja sebagai bidak, yaitu nelayan buruh di perahu milik nelayan. Saat-saat seperti ini, pendatang musiman yakni bidak secara kuantitatif sukar dipastikan jumlahnya. Berdasarkan perkiraan dari berbagai pihak yang erat kaitannya dengan kenelayanan, jumlah para pendatang bisa mencapai ratusan orang. Mereka datang dari berbagai daerah di sekitar Kabupaten Jepara bahkan ada yang dari Tegal. Sebagai daerah pantai, matapencaharian utama penduduk wilayah di Kecamatan Kedung kebanyakan di bidang kenelayanan. Jumlah nelayan baik nelayan buruh (pendega) maupun nelayan pemilik dari data tercatat sebesar 74,2%, tambak 12,9%, buruh industri 9,9%, tukang bangunan/kayu 1.0%, sedangkan yang bekerja di luar kenelayanan seperti medis, pegawai negeri, ABRI, pensiunan adalah sebesar 1,0%. Sebagai wilayah yang letaknya di dekat pantai, maka kehidupan penduduknya bernafaskan kenelayanan. Tampaknya warga yang bekerja sebagai pedagang, buruh atau lainnya masih sangat berkaitan dengan bidang kenelayanan. Para pedagang umumnya berdagang ikan, sedangkan petani tambak adalah orang-orang yang memelihara tambak sendiri atau sebagai buruh/menyewa tambak. Dengan demikian suasana kehidupan kenelayanan di wilayah Kecamatan Kedung sangat terasa sekali.

Di sisi lain sarana dan prasarana transportasi serta komunikasi sangat penting bagi suatu daerah baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Demikian pula di Kecamatan Kedung, hal ini penting untuk berlangsungnya kegiatan masyarakat dan mobilitas penduduk. Sarana komunikasi, dapat membantu kecepatan masuknya informasi ke daerah bersangkutan yang berarti pula meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakatnya. Demikian juga sarana ekonomi juga terdapat di daerah penelitian yaitu berupa pasar ikan maupun warung, toko, kios dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan).

Berkaitan dengan TPI, bagi masyarakat nelayan di daerah penelitian untuk memasarkan hasil tangkapannya tidak begitu dipermasalahkan (bebas). Hal ini karena hasil tangkapannya bisa dipasarkan atau dijual ke tempat pelelangan ikan (TPI) setempat atau dijual ke pedagang/bakul ikan terdekat. Bahkan ada bakul sampai mendatangi ke rumah masing-masin nelayan. Dengan demikian dalam hal pola pemasaran nelayan bisa dilakukan melalui lembaga resmi maupun tidak resmi. Melalui lembaga resmi yaitu ke TPI, sedangkan lembaga tidak resmi dijual langsung kepada bakul-bakul ikan atau tengkulak bahkan ada pembeli/konsumen langsung ke nelayan. Data yang ada diperoleh bahwa di Jepara ada 12 pasar ikan atau tempat pelelangan ikan (TPI) dari 14 kecamatan yang ada seperti TPI Kedungmalang, Panggung, Demaan, Bulu, Jobokuto, Mlonggo, Bando, Tubanan, Bandungharjo, Ujung Watu I, Ujung Watu II, dan TPI Karimunjawa. Namun dari sejumlah TPI yang tercatat ada TPI yang sekarang (waktu penelitian) sama sekali sudah tidak berfungsi atau tidak dimanfaatkan tempatnya, misalnya yang berada di Kecamatan Kedung, tepatnya TPI Kedungmalang sebagai salah satu desa nelayan yang dijadikan sampel penelitian.

Sarana lainnya adalah sopek atau perahu. Di Jepara ada dua jenis ukuran perahu yakni perahu kecil dengan panjang 5,5 m dan lebar 1,2-2 m, serta perahu besar dengan panjang 11 m dan lebar 4 m. Masing-masing perahu mempunyai peralatan tersendiri serta jumlah muatan yang berbeda. Biasanya perahu jenis kecil digunakan di sekitar pantai atau paling jauh hanya 20-30 kilometar dari pantai. Sementara perahu besar bisa digunakan sampai ke tengah laut dan dapat berlayar sampai berhari-hari. Penggerak perahu yang diguanakan adalah mesin tempel. Sedangkan alat tangkap utama yang digunakan jaring dan pancing. Ada beberapa bentuk jaring yang dikenal oleh nelayan yaitu jaring kantong atau triple net, dogol atau canterng serta bundes.

Kegiatan Wanita Nelayan

Dalam Sektor Rumah Tangga

Telah diuraikan bahwa setiap anggota keluarga mempunyai kegiatan sendiri-sendiri dalam keluarganya. Secara ideal seorang suami sebagai kepala keluarga mempunyai tanggungjawab penuh dalam memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk dalam memasok pendapatan keluarga. Namun demikian kondisi kerja nelayan yang cukup berat itu dikerjakan sendiri, tanpa bantuan si istri, ataupun anggota keluarga yang lain. Hal ini tampak lebih kentara pada keluarga-keluarga nelayan pemilik atau nelayan-nelayan yang memiliki perahu sendiri.

Perahu dan segala perlengkapannya termasuk juga alat tangkapnya memerlukan penanganan yang baik agar tidak cepat rusak dan terpelihara. Penanganan yang cermat harus dilakukan agar kegiatan kenelayanan tidak terganggu. Kerusakan mesin di tengah laut akan menyebabkan usaha penangkapan ikan terganggu, bahkan akan mengancam keselamatan jiwa nelayan itu sendiri. Peralatan yang kurang cermat pada geladak juga dapat menyebabkan perahu bocor dan tenggelam. Oleh karena itu pekerjaan suami begitu berat dalam memperoleh pendapatannya. Selain mereka harus bergulat dengan lautan yang kadang-kadang ganas dan tidak bersahabat serta dapat mengancam jiwanya. Mereka masih disibukkan oleh perawatan-perawatan guna kelancaran pekerjaannya. Perolehan pendapatan secara ideal menjadi tanggung jawab suami, namun pada kenyataannya para isteri dan anggota keluarga lainnya juga ikut membantu, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bentuk partisipasi para wanita nelayan tersebut ada tiga hal, yaitu mengelola ikan hasil tangkapan suami, bekerja di sektor perikanan tetapi di luar kegiatan kenelayanan, dan bekerja di luar sektor perikanan.

Pengelolaan Keuangan

Selain membantu mencari penghasilan bagi kebutuhan hidup keluarga, para wanita pesisir khususnya ibu-ibu di daerah Kecamatan Kedung juga berperan dalam pengaturan keuangan rumah tangga. Pekerjaan ini hampir tidak pernah dilakukan oleh para suami. Kondisi kerja yang sangat menyita waktu menyebabkan para suami sulit mengkonsentrasikan fikiran untuk mengelola keuangan keluarga. Segala rekayasa keuangan cenderung dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga yang hampir semua waktunya dihabiskan di rumah. Namun demikian peranan suami sebagai kepala rumah tangga tentunya akan diajak berkonsultasi dan harus mengetahui pengeluaran uang, terutama yang menyangkut persoalan keuangan yang jumlahnya besar.

Dalam kehidupannya, keluarga nelayan yang berada di wilayah Kecamatan Kedung ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh seorang ibu nelayan dalam mengelola keuangan. Pertama pengadaan uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari termasuk beli bahan pokok kebutuhan sehari-hari, beli pakaian dan kebutuhan yang tidak terduga seperti sakit. Kedua, uang untuk perbekalan selama penangkapan ikan di laut, perbaikan alat tangkap bagi kegiatan kenelayanan. Ketiga, pengadaan uang bagi kepentingan kehidupan bermasyarakat, termasuk kepentingan hajatan. Di samping ketiga hal tersebut, sebenarnya ada hal lain yang juga perlu diperhatikan oleh setiap wanita nelayan yang berada di daerah Kecamatan Kedung terutama ibu rumah tangga dalam mengelola keuangannya seperti pengadaan perabot rumah tangga, radio, TV dan perabot rumah tangga lain. Akan tetapi bentuk-bentuk pengeluaran yang terakhir ini umumnya tidak terlalu dipikirkan secara khusus.

kondisi pas-pasan menyebabkan mereka sulit untuk mengalokasikan keuangan. Hal itu keadaan dan kondisi para keluarga nelayan tang pernah dikunjungi. Rumah-rumah nelayan sudah tua dan kurang terawat. Selain itu, kondisi ekonomi yang rendah dan pekerjaan sebagai nelayan yang banyak menyita waktu serta tenaga, sehingga mereka kurang memperhatikan kondisi rumahnya.

Penduduk di daerah Kedung kehidupan sebuah keluarga dapat berlangsung bila kebutuhan sehari-hari telah terpenuhi. Kebutuhan makan merupakan jenis kebutuhan yang sangat primer. Jenis kebutuhan ini pengadaan dan pengelolaannya dipenuhi oleh para wanita, khususnya ibu rumah tangga. Untuk keperluan ini para wanita dapat memenuhinya dari warung-warung yang ada di desa. Hampir segala kebutuhan yang biasa dikonsumsi terdapat di warung-warung tersebut.

Secara khusus tidak ada alokasi dana khusus untuk keperluan hidup sehari-hari. Namun demikian para wanita, terutama para ibu rumah tangga secara rutin harus memikirkan pengadaan keuangan bagi keperluan keluarga. Sumber dana utama bagi keperluan hidup sehari-hari didapat para ibu rumah tangga dari hasil penjualan ikan para suami atau hasil kerjanya menjadi buruh gesek. Sedapat mungkin uang penghasilan harus cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari. Walaupun sebenarnya untuk kebutuhan sehari-hari pengeluaran utama digunakan untuk membeli beras bagi keperluan makan tetapi dalam pengelolaan, memerlukan kepandaian tersendiri, karena pendapatan mereka sangat tergantung dari musim, yang kadang-kadang tidak menentu. Pada saat-saat along atau musim ikan tinggi para ibu rumah tangga lebih mudah mengelolanya. Akan tetapi pada saat musim ikan sedang rendah atau sedang sulit mencari ikan, para ibu rumah tangga memerlukan kiat-kiat tersendiri bagi keberlangsungan kehidupan sehari-hari keluarga terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok.

Hasil wawancara menunjukkan ternyata pada saat “paila” atau sedang sulit ikan, merupakan saat-saat yang paling tidak menyenangkan bagi para ibu rumah tangga. Hal itu karena ibu harus tetap menyediakan uang untuk makan bagi keluarga, namun dana untuk keperluan tersebut sangat terbatas dan bahkan tidak ada sama sekali. Saat-saat seperti ini banyak di antara keluarga nelayan yang tidak mempunyai uang sama sekali. Selain itu, sering pula dalam penangkapan ikan tidaklah membawa hasil, malahan merugi. Kerugian ini karena tidak seimbangnya harga jual ikan dengan biaya operasional yang dikeluarkan untuk penangkapan, atau bahkan tidak mandapatkan ikan sama sekali. Pada saat seperti inilah warung-warung yang berada di daerah kedung seolah menjadi penyelamat bagi keluarga nelayan. Untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya para ibu rumah tangga ngebon di warung terlebih dahulu. Pembayaran dilakukan setelah para suami mendapatkan uang dari hasil tangkapan. Kondisi semakin sulit bila musim “paila” berkepanjangan dan bersamaan dengan kebutuhan biaya untuk membayar pendidikan anak, maupun ada keluarga yang sakit. Mereka harus menyiapkan dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Setelah hutang di warung menumpuk dan suami belum mendapat hasil dari kegiatannya, maka mereka terpaksa berhutang kepada tetangga ataupun kerabat dekat.

Bila berhutang kepada tetangga dan kerabat tidak berhasil, maka upaya selanjutnya adalah meminjam di kperasi. Bila ternyata kondisi keuangan mereka semakin sulit, maka upaya selanjutnya adalah menjual alat-alat rumah tangga yang dimiliki, seperti gelas, piring, radiso maupun almari. Menurut informan barang-barang seperti itu yang sering di jual nelayan, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup keluarga. Barang-barang untuk pengganti dibeli lagi pada saat musim ikan sedang tinggi. Pada saat musim ikan, ibu rumah tangga mudah mengelolanya dan musim yang paling membahagiakan para ibu-ibu nelayan di daerah Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara.

Pengelolaan Rumah Tangga

Pengaturan atau pengelolaan rumah tangga merupakan tugas utama para wanita, khususnya para ibu rumah tangga. Kegiatan ini seolah-olah tidak mengenal waktu dalam penanganannya/ Tugas itu antara lain berkaitan dengan penyiapan pangan bagi segenap anggota keluarga juga mengasuh, mendidik, menjaga dan mengarahkan anak-anak terutama bagi yang belum dewasa serta membereskan keseluruhan urusan rumah tangga. Melihat tugas kerumahtanggaan yang harus dipikul para ibu sehingga tidak mempunyai lagi waktu untuk kegiatan lain. Tugas seorang ibu nelayan diperberat lagi dengan rendahnya tingkat bantuan para suami mereka dalam pekerjaan sehari-hari. Pekerjaan suami sebagai nelayan sangat menyita waktu dan tenaga, sehingga bila kebetulan suami di rumah karena tidak melaut, maka waktunya habis untuk beristirahat atau mempersiapkan segala peralatan untuk melaut esok harinya.

Sementara waktu suami melaut berarti selama masa itu ibu rumah tangga harus mengelola kehidupan rumah tangganya sendiri dan juga merangkap sebagai kepala rumah tangga. Menyiapkan bahan makanan bagi seluruh anggota rumah tangga termasuk bekal suami dalam mencari ikan merupakan tugas utama para isteri nelayan sehari-hari. Walaupun dilihat dari penyiapan dilakukan secara sederhana dan lauk yang seadanya, kecuali pada hari-hari tertentu seperti akan mengadakan hajatan, selamatan ataupun pada saat menghadapi hari raya lebaran. Telah disinggung dalam uraian sebelumnya bahwa bahan-bahan yang dioleh diperoleh dari warung-warung yang ada di daerah setempat, sehingga ibu-ibu dapat membeli untuk makanan keluarga pada hari itu. Bila sedang ada uang biasanya mereka membeli khususnya beras untuk sekitar 2-3 hari sekaligus, sedang kebetulan persediaan uang menipis dan musim “paila” biasanya mereka membeli untuk keperluan satu hari saja. Untuk lauk pauk bagi masyarakat nelayan di daerah penelitian umumnya sederhana yakni yang kualitas rendah seperti pethek, kembung dan teri begitu juga cara pengolahannya sangat sederhana. Lauk pauk itulah yang sering mereka santap beserta sambal dan kecap bahkan hampir setiap hari. Sementara sayur-mayur jarang dimasak.

Sementara untuk memasak nasi dan air minum masyarakat nelayan umumnya dilakukan pada pagi hari sambil menyiapkan bekal suami melaut, sedangkan lauk pauk ikan biasanya memasaknya tergantung dari kapan mereka peroleh. Hal ini karena dalam pendaratan ikan yang dilakukan tidak menentu dan tergantung musim. Pada saat nelayan menggunakan alat pancing, pendaratan biasanya pada siang hingga sore, alat tangkap berupa jaring plastik pendaratan pada sore hari, dan saat nelayan menggunakan jaring bondes atau cantrang pendaratan pagi hari. Untuk kegiatan memasak para ibu rumah tangga sering dibantu oleh anak-anak wanita mereka yang sudah besar dan kebetulan berada di rumah. Anak pria sangat kecil peranannya dalam menyiapkan makanan ini. Keterlibatan mereka biasanya hanya terbatas bila si ibu membutuhkannya, misalnya membeli bahan bakar yang masih kecil (7-9 tahun). Namun anak pria yang sudah dewasa (10 tahun ke atas) sudah ikut membantu ayahnya pergi melaut. Kemudian pencucian peralatan dapur dan makan yang kotor setelah dipergunakan juga merupakan tugas ibu begitu juga mencuci pakaian.

Menjaga anak yang masih balita dalam permainan, pendidikan, kebersihan dan keteraturan rumah tangga juga merupakan pekerjaan yang sebagian besar harus dilakukan oleh ibu rumah tangga. Walaupun dalam kenyataannya mereka dibantu oleh anak-anak yang sudah dewasa terutama anak-anak wanita. Kesibukan suami dalam mencari ikan di luat seolah sudah tidak dapat lagi membantu pekerjaan rumah, hal ini karena suami mencari ikan selama 4-5 hari. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan seperti memasak, mencuci, pendidikan, permainan, kebersihan dalam rumah tangga berada di tangan ibu dan dibantu oleh anak-anak yang sudah dewasa.
Selanjutnya: Kehidupan Masyarakat Pesisir Indonesia