Plankton tidak saja penting bagi kehidupan ikan baik langsung maupun tidak langsung, akan tetapi penting juga bagi segala jenis hewan yang hidup di dalamnya, baik air payau, tawar maupun air laut. Tanpa plankton khususnya fitoplankton sebagai produksi primer tidak akan mungkin terjadi kehidupan hewan didalam laut dari permukaan sampai kedasarnya.
Dasar ketergantungan zooplankton dan fitoplankton dalam melengkapi bahan-bahan organik menunjukkan suatu hubungan yang kompleks sehingga terbentuk sebuah rantai makanan yang disebut foot web, sifat khas rantai makanan mempunyai pengaruh yang penting dalam menentukan jumlah produksi ikan diberbagai daerah.
Untuk melengkapi dan menambah pengetahuan dalam mempelajari ataupun mengidentifikasi plankton perlu diadakan studi langsung dilapangan untuk mendapatkan data dan sebagai bahan perbandingan dengan teori yang ada untuk menarik suatu kesimpulan yang logis. Oleh karena itu kegiatan praktek lapang dan pengidentifikasian baik secara langsung maupun tidak langsung perlu dilakukan agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis-jenis plankton secara umum
2. Untuk mengetahui teknik atau cara pengambilan sampel di dalam air
3. Untuk mengetahui cara menghitung beberapa inideks yang terkait dengan kelimpahan dan distribusi plankton
Kini, dengan kemajuan teknik penyaringan yang dapat lebih baik memilah-milah partikel yang sangat halus, penggolongan plankton berdasarkan ukurannya lebih berkembang. Ukuran plankton sangat beraneka ragam, dari yang sangat kecil hingga yang besar. Penggolongan di bawah ini diusulkan oleh Sieburth dkk. (1978) yang kini banyak diacu orang.
1. Makroplankton (2-20 mm)
Contohnya adalah Pteropods; Chaetognaths; Euphausiacea (krill); Medusae; ctenophores; salps, doliolids and pyrosomes (pelagic Tunicata); Cephalopoda.
2. Mesoplankton (0,2-2 mm)
Sebagian besar zooplankton berada dalam kelompok ini, seperti metazoans; copepods; Medusae; Cladocera; Ostracoda; Chaetognaths; Pteropods; Tunicata; Heteropoda.
3. Mikroplankton (20-200 µm)
Contohnya adalah: eukaryotic protist besar; kebanyakan phytoplankton; Protozoa (Foraminifera); ciliates; Rotifera; metazoans muda – Crustacea (copepod nauplii)
4. Nanoplankton (2-20 µm)
Plankton yang lolos dari jaring, tetapi lebih besar dari 2 µm. Atau berukuran 2-20 µm; Contohnya: eukaryotic protista kecil; Diatoms kecil; Flagellates kecil; Pyrrophyta; Chrysophyta; Chlorophyta; Xanthophyta
5. Picoplankton (0,2-2 µm)
Contohnya: eukaryotic protists kecil; bacteria; Chrysophyta
6. Femtoplankton (< 0.2 μm)
Contohnya: Virus laut
Suhu di lautan adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangan dari organisme. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis hewan yang terdapat di berbagai tempat di dunia (Hutabarat dan Evans, 1985).
Plankton dari jenis fitoplankton hanya dapat hidup dengan baik di tempat-tempat yang mempunyai sinar matahari yang cukup. Akibatnya penyebaran fitoplankton besar pada lapisan permukaan laut saja. Keadaan yang demikian memungkinkan untuk terjadinya proses fotosintesis. Sejak sinar matahari yang diserap oleh lapisan permukaan laut, maka lapisan ini relatif panas sampai ke kedalaman 200 m (Hutabarat dan Evans, 1985).
Walaupun Plankton potensial berbahaya menyebar luas secara geografis dan hal ini mengidentifikasikan adanya kisaran yang luas terhadap toleransi suhu, tetapi spesies alga potensial berbahaya daerah tropik mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu. Kisaran suhu optimal bagi spesies alga potensial berbahaya adalah 250–300 C dan kemampuan proses fotosintesis akan menurun tajam apabila suhu perairan berada di luar kisaran optimal tersebut (Gross dan Enevoldsen, 1998 dalam Gosari, 2002).
2. Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut. Konsentrasi ini biasanya sebesar 3% dari berat seluruhnya atau sering juga disebut bagian perseribu (permil) dan biasa ditulis dengan 35‰. Konsentrasi garam-garam ini jumlahnya relative sama dalam setiap contoh-contoh air laut, sekalipun mereka diambil dari tempat yang berbeda di seluruh dunia (Hutabarat dan Evans,1985).
Hampir semua organisme laut dapat hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil, misalnya daerah estuaria adalah daerah yang mempunyai salinitas rendah karena adanya sejumlah air tawar yang masuk yang berasal dari daratan dan juga disebabkan karena adanya pasang surut di daerah ini kisaran salinitas yang normal untuk kehidupan organisme di laut adalah berkisar antara 30-35 ppm (Gosari, 2002).
Perubahan salinitas yang dapat mempengaruhi organisme terjadi di zona intertidal melalui dua cara. Yang pertama karena zona intertidal terbuka pada saat pasang surut dan kemudian digenangi air atau aliran air akibat hujan lebat, akibatnya salinitas akan turun secara drastis (Nybakken, 1992).
3. Potensial Hidrogen (pH)
pH merupakan pengukuran asam atau basa suatu larutan. Keasaman terjadi karena berlebihnya ion H+ pada suatu larutan, sedangkan alkalinitas terjadi karena berlebihnya ion OH- pada suatu larutan. Potensial hidrogen atau sifat keasaman atau basa (alkalinitas) suatu larutan sangatlah penting dalam faktor kelarutan dalam air laut terutama terhadap pengendapan mineral atau unsur-unsur dan kehidupan organisme pada suatu kondisi tertentu (Hutabarat dan Evans, 1985).
Derajat keasaman (pH) adalah nilai logaritma tentang besarnya konsentrasi ion hidrogen sehingga menunjukkan kondisi air atau tanah tersebut basa atau asam. Pada umumnya kedalaman dasar juga mencirikan nilai pH dari air laut dan substrat dasarnya sehingga dapat diketahui bahwa tingkat keasaman pada daerah yang lebih dalam akan lebih rendah dibandingkan pada daerah yang lebih dangkal (Usman, 2006).
4. Arus
Menurut Hutabarat dan Evans (1985), arus merupakan pergerakan massa air yang disebabkan oleh adanya perbedaaan densitas atau angin. Arus dapat dibagai menjadi arus permukaan dan arus upwelling. Arus dapat disebabkan oleh angin, juga dipengaruhi oleh faktor topografi dasar laut, pulau-pulau yang ada disekitarnya, gaya coriolis dan perbedaan densitas air laut.
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan gelombang panjang termasuk pasang surut (Nontji, 2005).
5. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan bahan-bahan yang terdapat dalam perairan. Kekeruhan air dapat disebabkan oleh lumpur, partikel tanah, serpihan tanaman, dan fitoplankton. Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan organisme yang menyesuaikan diri pada air yang jernih menjadi terhambat dan dapat pula menyebabkan kematian karena mengganggu proses respirasi (Hutagalung et al., 1997).
6. DO
Oksigen yang terdapat dalam air laut terdiri dari dua bentuk senyawa, yaitu terikat dengan unsur lain dan sebagai molekul bebas. Kelarutan molekul oksigen yang terdapat dalam air laut dipengaruhi secara fisika, sebagai contoh kelarutannya sangat dipengaruhi oleh suhu air. Sumber utama oksigen dalam air laut berasal dari udara melalui proses difusi dan dari hasil fotosintesis fitoflankton pada siang hari faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah kenaikan suhu air, respirasi (khususnya malam hari), adanya lapisan minyak di atas permukaan air laut dan masuknya limbah organik yang mudah terurai (Hutagalung et al., 1997).
Faktor lain yang mempengaruhi penyebaran plankton adalah faktor kimiawi. Menurut Sachlan (1972), penyebaran plankton dalam perairan dipengaruhi oleh sifat fototaksis. Fitoplankton bersifat fototaksis positif, dan zooplankton bersifat fototaksis negatif.
1. Haemocytometer. (Omori dan Ikeda, 1992)
Haemacytometer merupakan gelas-objek atau gelas preparat yang kalau dilihat dari samping akan terlihat pada permukaan bagian tengah agak lebih rendah bila dibandingkan dengan bagian kiri-kanannya. Selisih perbedaan permukaan ini tertulis pada alat tersebut sebagai “depth”. Tertulis : depth = 0,100 mm. Ukuran kotak yang terbentuk dari garis-garis yang bersilangan dalam keadaan sebenarnya 1 mm × 1 mm, sehingga luas permukaan yang bergaris adalah 1 mm2 (Nontji, 2008). Untuk menghitung jumlah plankter, mula-mula air sampel yang telah diambil di lapangan diteteskan di atas permukaan Haemacytometer bagian tengah, kemudian ditutup dengan cover glass sehingga air akan menutupi permukaan Haemacytometer bergaris (Nontji, 2008).
Karena luas permukaan yang bergaris adalah 1 mm2 dan tinggi air 0,1 mm (depth), maka volume airnya: 1 mm2 × 0,1 mm = 0,1 mm3 atau 0,0001 c. Dengan menghitung jumlah plankter di dalam ruang di atas permukaan bergaris tersebut, maka dapat diketahui jumlah individu plankton per cc air (Nontji, 2008).
2. Bolgorov (Omori dan Ikeda, 1992 )
Pengamatan dengan alat ini ditujukan bagi zooplankton dengan menggunakan mikroskop binokuler perbesaran 40 x
Kelimpahan Fitoplankton & Zooplankton
K = n x 1/f x 1/v
Dimana:
K = Nilai kelimpahan plankton (ind/liter ; sel/liter)
N = Jumlah jenis plankton hasil pencacahan (ind;sel)
f = fraksi yang dipergunakan
v = volume air tersaring (liter)
Pengambilan sampel di perairan dangkal (>10 m) dilakukan secara horizontal dengan menarik jaring selama 5 menit di bawah permukaan air. Di laut yang relatif jeluk (>200 m), pengambilan fitoplankton hanya dibatasi mulai dari kejelukan 150 m ke atas sampai 0 m (permukaan laut), sedangkan untuk zooplankton, mulai dari kejelukan 200 m ke atas sampai permukaan laut (0 m) (Nontji, 2008).
Sampling secara Horizontal
Metoda pengambilan plankton secara horizontal ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran plankton horizontal. Plankton net pada suatu titik di laut, ditarik kapal menuju ke titik lain. Jumlah air tersaring diperoleh dari angka pada flowmeter atau dengan mengalikan jarak di antara dua titik tersebut dengan diameter plankton net. Flowmeter untuk peningkatan ketelitian.
Sampling secara Vertikal
Meletakkan plankton net sampai ke dasar perairan, kemudian menariknya ke atas. Kedalaman perairan sama dengan panjang tali yang terendam dalam air sebelum digunakan untuk menarik plankton net ke atas. Volume air tersaring adalah kedalaman air dikalikan dengan diameter mulut plankton net.
Source by Ilmu ilmiah MUJIB ASSONIWORA
Dasar ketergantungan zooplankton dan fitoplankton dalam melengkapi bahan-bahan organik menunjukkan suatu hubungan yang kompleks sehingga terbentuk sebuah rantai makanan yang disebut foot web, sifat khas rantai makanan mempunyai pengaruh yang penting dalam menentukan jumlah produksi ikan diberbagai daerah.
Untuk melengkapi dan menambah pengetahuan dalam mempelajari ataupun mengidentifikasi plankton perlu diadakan studi langsung dilapangan untuk mendapatkan data dan sebagai bahan perbandingan dengan teori yang ada untuk menarik suatu kesimpulan yang logis. Oleh karena itu kegiatan praktek lapang dan pengidentifikasian baik secara langsung maupun tidak langsung perlu dilakukan agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis-jenis plankton secara umum
2. Untuk mengetahui teknik atau cara pengambilan sampel di dalam air
3. Untuk mengetahui cara menghitung beberapa inideks yang terkait dengan kelimpahan dan distribusi plankton
Kini, dengan kemajuan teknik penyaringan yang dapat lebih baik memilah-milah partikel yang sangat halus, penggolongan plankton berdasarkan ukurannya lebih berkembang. Ukuran plankton sangat beraneka ragam, dari yang sangat kecil hingga yang besar. Penggolongan di bawah ini diusulkan oleh Sieburth dkk. (1978) yang kini banyak diacu orang.
1. Makroplankton (2-20 mm)
Contohnya adalah Pteropods; Chaetognaths; Euphausiacea (krill); Medusae; ctenophores; salps, doliolids and pyrosomes (pelagic Tunicata); Cephalopoda.
2. Mesoplankton (0,2-2 mm)
Sebagian besar zooplankton berada dalam kelompok ini, seperti metazoans; copepods; Medusae; Cladocera; Ostracoda; Chaetognaths; Pteropods; Tunicata; Heteropoda.
3. Mikroplankton (20-200 µm)
Contohnya adalah: eukaryotic protist besar; kebanyakan phytoplankton; Protozoa (Foraminifera); ciliates; Rotifera; metazoans muda – Crustacea (copepod nauplii)
4. Nanoplankton (2-20 µm)
Plankton yang lolos dari jaring, tetapi lebih besar dari 2 µm. Atau berukuran 2-20 µm; Contohnya: eukaryotic protista kecil; Diatoms kecil; Flagellates kecil; Pyrrophyta; Chrysophyta; Chlorophyta; Xanthophyta
5. Picoplankton (0,2-2 µm)
Contohnya: eukaryotic protists kecil; bacteria; Chrysophyta
6. Femtoplankton (< 0.2 μm)
Contohnya: Virus laut
Komposisi dan Kelimpahan Plankton
Penyebaran fitoplankton lebih merata dibandingkan dengan zooplankton karena kondisi perairan yang memungkinkan produksi fitoplankton seperti sifat fototaksis positif yang dimiliki dan menyenangi sinar dan mendekati cahaya. Lain halnya dengan zooplankton yang berpindah secara vertikal dan horizontal yang mengikuti perkembangan fitoplankton dan bersifat tidak menyenangi sinar dan cemderung menjauhi cahaya (Nybakken,1992). Crustacea merupakan jenis zooplankton yang terpenting bagi ikan-ikan baik di perairan tawar maupun perairan laut. Pada phylum Arthropoda, hanya crustacea yang dapat hidup sebagai plankton dalam perairan. Zooplankton banyak terdapat di perairan pantai terutama dekat dengan muara sungai karena pada muara sungai banyak terdapat makanan zooplankton yaitu fitoplankton dan terdapat banyak zat hara yang terbawa oleh arus (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Siklus pembelahan sel pada fitoplankton relatif lebih singkat daripada zooplakton. Sehingga untuk mencapai jumlah yang banyak bagi zooplankton diperlukan waktu yang lama. Selanjutnya dikatakan bahwa copepoda merupakan hewan pemakan fitoplakton yang sangat efisien dan ternyata dapat menurunkan kepadatan populasi fitoplankton secara mencolok di perairan (Nybakken, 1992).Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Plankton
1. SuhuSuhu di lautan adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangan dari organisme. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis hewan yang terdapat di berbagai tempat di dunia (Hutabarat dan Evans, 1985).
Plankton dari jenis fitoplankton hanya dapat hidup dengan baik di tempat-tempat yang mempunyai sinar matahari yang cukup. Akibatnya penyebaran fitoplankton besar pada lapisan permukaan laut saja. Keadaan yang demikian memungkinkan untuk terjadinya proses fotosintesis. Sejak sinar matahari yang diserap oleh lapisan permukaan laut, maka lapisan ini relatif panas sampai ke kedalaman 200 m (Hutabarat dan Evans, 1985).
Walaupun Plankton potensial berbahaya menyebar luas secara geografis dan hal ini mengidentifikasikan adanya kisaran yang luas terhadap toleransi suhu, tetapi spesies alga potensial berbahaya daerah tropik mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu. Kisaran suhu optimal bagi spesies alga potensial berbahaya adalah 250–300 C dan kemampuan proses fotosintesis akan menurun tajam apabila suhu perairan berada di luar kisaran optimal tersebut (Gross dan Enevoldsen, 1998 dalam Gosari, 2002).
2. Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut. Konsentrasi ini biasanya sebesar 3% dari berat seluruhnya atau sering juga disebut bagian perseribu (permil) dan biasa ditulis dengan 35‰. Konsentrasi garam-garam ini jumlahnya relative sama dalam setiap contoh-contoh air laut, sekalipun mereka diambil dari tempat yang berbeda di seluruh dunia (Hutabarat dan Evans,1985).
Hampir semua organisme laut dapat hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil, misalnya daerah estuaria adalah daerah yang mempunyai salinitas rendah karena adanya sejumlah air tawar yang masuk yang berasal dari daratan dan juga disebabkan karena adanya pasang surut di daerah ini kisaran salinitas yang normal untuk kehidupan organisme di laut adalah berkisar antara 30-35 ppm (Gosari, 2002).
Perubahan salinitas yang dapat mempengaruhi organisme terjadi di zona intertidal melalui dua cara. Yang pertama karena zona intertidal terbuka pada saat pasang surut dan kemudian digenangi air atau aliran air akibat hujan lebat, akibatnya salinitas akan turun secara drastis (Nybakken, 1992).
3. Potensial Hidrogen (pH)
pH merupakan pengukuran asam atau basa suatu larutan. Keasaman terjadi karena berlebihnya ion H+ pada suatu larutan, sedangkan alkalinitas terjadi karena berlebihnya ion OH- pada suatu larutan. Potensial hidrogen atau sifat keasaman atau basa (alkalinitas) suatu larutan sangatlah penting dalam faktor kelarutan dalam air laut terutama terhadap pengendapan mineral atau unsur-unsur dan kehidupan organisme pada suatu kondisi tertentu (Hutabarat dan Evans, 1985).
Derajat keasaman (pH) adalah nilai logaritma tentang besarnya konsentrasi ion hidrogen sehingga menunjukkan kondisi air atau tanah tersebut basa atau asam. Pada umumnya kedalaman dasar juga mencirikan nilai pH dari air laut dan substrat dasarnya sehingga dapat diketahui bahwa tingkat keasaman pada daerah yang lebih dalam akan lebih rendah dibandingkan pada daerah yang lebih dangkal (Usman, 2006).
4. Arus
Menurut Hutabarat dan Evans (1985), arus merupakan pergerakan massa air yang disebabkan oleh adanya perbedaaan densitas atau angin. Arus dapat dibagai menjadi arus permukaan dan arus upwelling. Arus dapat disebabkan oleh angin, juga dipengaruhi oleh faktor topografi dasar laut, pulau-pulau yang ada disekitarnya, gaya coriolis dan perbedaan densitas air laut.
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan gelombang panjang termasuk pasang surut (Nontji, 2005).
5. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan bahan-bahan yang terdapat dalam perairan. Kekeruhan air dapat disebabkan oleh lumpur, partikel tanah, serpihan tanaman, dan fitoplankton. Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan organisme yang menyesuaikan diri pada air yang jernih menjadi terhambat dan dapat pula menyebabkan kematian karena mengganggu proses respirasi (Hutagalung et al., 1997).
6. DO
Oksigen yang terdapat dalam air laut terdiri dari dua bentuk senyawa, yaitu terikat dengan unsur lain dan sebagai molekul bebas. Kelarutan molekul oksigen yang terdapat dalam air laut dipengaruhi secara fisika, sebagai contoh kelarutannya sangat dipengaruhi oleh suhu air. Sumber utama oksigen dalam air laut berasal dari udara melalui proses difusi dan dari hasil fotosintesis fitoflankton pada siang hari faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah kenaikan suhu air, respirasi (khususnya malam hari), adanya lapisan minyak di atas permukaan air laut dan masuknya limbah organik yang mudah terurai (Hutagalung et al., 1997).
Faktor lain yang mempengaruhi penyebaran plankton adalah faktor kimiawi. Menurut Sachlan (1972), penyebaran plankton dalam perairan dipengaruhi oleh sifat fototaksis. Fitoplankton bersifat fototaksis positif, dan zooplankton bersifat fototaksis negatif.
Metode Perhitungan Plankton
Peralatan yang digunakan dalam perhitungan sampel yaitu:1. Haemocytometer. (Omori dan Ikeda, 1992)
Haemacytometer merupakan gelas-objek atau gelas preparat yang kalau dilihat dari samping akan terlihat pada permukaan bagian tengah agak lebih rendah bila dibandingkan dengan bagian kiri-kanannya. Selisih perbedaan permukaan ini tertulis pada alat tersebut sebagai “depth”. Tertulis : depth = 0,100 mm. Ukuran kotak yang terbentuk dari garis-garis yang bersilangan dalam keadaan sebenarnya 1 mm × 1 mm, sehingga luas permukaan yang bergaris adalah 1 mm2 (Nontji, 2008). Untuk menghitung jumlah plankter, mula-mula air sampel yang telah diambil di lapangan diteteskan di atas permukaan Haemacytometer bagian tengah, kemudian ditutup dengan cover glass sehingga air akan menutupi permukaan Haemacytometer bergaris (Nontji, 2008).
Karena luas permukaan yang bergaris adalah 1 mm2 dan tinggi air 0,1 mm (depth), maka volume airnya: 1 mm2 × 0,1 mm = 0,1 mm3 atau 0,0001 c. Dengan menghitung jumlah plankter di dalam ruang di atas permukaan bergaris tersebut, maka dapat diketahui jumlah individu plankton per cc air (Nontji, 2008).
2. Bolgorov (Omori dan Ikeda, 1992 )
Pengamatan dengan alat ini ditujukan bagi zooplankton dengan menggunakan mikroskop binokuler perbesaran 40 x
Kelimpahan Fitoplankton & Zooplankton
K = n x 1/f x 1/v
Dimana:
K = Nilai kelimpahan plankton (ind/liter ; sel/liter)
N = Jumlah jenis plankton hasil pencacahan (ind;sel)
f = fraksi yang dipergunakan
v = volume air tersaring (liter)
Metode Pengambilan
Menurut Nontji (2008), pengambilan contoh fitoplankton sejak lama orang menggunakan jaring plankton (plankton net), kemudian berkembang dalam berbagai variasi bentuk dan ukuran. Dalam pengoperasiannya jaring plankton dapat ditarik horizontal permukaan laut dari kapal atau perahu, dengan kecepatan rendah sekitar 2 knot (m/jam) selama beberapa menit. Berapa lama jaring ini ditarik memerlukan pertimbangan dan pengalaman sendiri dan disesuaikan dengan kondisi perairan setempat. Jaring plankton yang telah di angkat dari laut, harus segera disemprotkan dari luar plankton yang masih menempel pada bagian dalam badan jaring dapat turun semua masuk ke botol penampung.Pengambilan sampel di perairan dangkal (>10 m) dilakukan secara horizontal dengan menarik jaring selama 5 menit di bawah permukaan air. Di laut yang relatif jeluk (>200 m), pengambilan fitoplankton hanya dibatasi mulai dari kejelukan 150 m ke atas sampai 0 m (permukaan laut), sedangkan untuk zooplankton, mulai dari kejelukan 200 m ke atas sampai permukaan laut (0 m) (Nontji, 2008).
Sampling secara Horizontal
Metoda pengambilan plankton secara horizontal ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran plankton horizontal. Plankton net pada suatu titik di laut, ditarik kapal menuju ke titik lain. Jumlah air tersaring diperoleh dari angka pada flowmeter atau dengan mengalikan jarak di antara dua titik tersebut dengan diameter plankton net. Flowmeter untuk peningkatan ketelitian.
Sampling secara Vertikal
Meletakkan plankton net sampai ke dasar perairan, kemudian menariknya ke atas. Kedalaman perairan sama dengan panjang tali yang terendam dalam air sebelum digunakan untuk menarik plankton net ke atas. Volume air tersaring adalah kedalaman air dikalikan dengan diameter mulut plankton net.
Source by Ilmu ilmiah MUJIB ASSONIWORA