Indonesia dengan luas lautnya yang meliputi 2/3 dari luas total negara memiliki potensi biodiversitas yang tinggi dan ditambah pula beroperasinya industri minyak. Wilayah laut Indonesia sebagai jalur pembawa tanker minyak dan ini sering sekali terjadi kecelakaan atau kebocoran disamping itu juga diperburuk dengan kebocoran pipa-pipa penyulingan di lepas pantai.
Berbagai macam zat berbahaya yang terkandung dalam minyak dilepaskan ke lingkungan perairan. Kasus pencemaran ini belum disikapi dan ditanggulangi dengan serius. Teknik bioremediasi dengan memanfaatkan mikroorganisme sebagai agen biologi untuk biodegradasi senyawa hidrokarbon adalah satu langkah solusi untuk masalah tersebut, karena teknologi ini memiliki efesiensi tinggi dan ramah lingkungan.
Komponen minyak mentah terdiri dari lebih 100 jenis senyawa yang terkelompok dalam alkana, aromatik, resin dan asphaltene. Komponen tersebut merupakan polutan utama di tanah dan lingkungan perairan serta bersifat toksik. Informasi konsorsium mikroba pendegradasi mintak mentah sangat diperlukan. Ini sesuai dengan satu proses bioremediasi yaitu teknik biostimulasi yang aplikasinya lebih efektif karena langsung merangsang aktivitas mikroba yang ada di daerah cemaran limbah. Sasaran dari penelitian ini ditekankan untuk identifikasi konsorsium mikroorganisme yang ada di lingkungan tercemar secara genetika. Kegiatan riset ini telah melakukan analisa mikroba pendegradasi minyak dengan 16S rRNA dan monitoring perubahan komponen crude oil dengan kromatografi gas spektrometri masa (GC/MS).
Kegiatan ini mengambil sampel air laut yang diambil dari pelabuhan Semarang. Analisa partial sekuens 16S rRNA dari beberapa isolat dibandingkan dengan sekuens seluruh bakteria yang ada didalam database Gen-Bank dengan menggunakan program BLAST yang menunjukkan adanya kelompok mikroba murni potensial dalam mendegradasi senyawa alkana dan PAHs (Fluorene, Naphthalene, Phenantrene dan Dibenzothiophene)
Minyak terbukti menjadi pencemar lautan nomor satu. Separuhnya dihasilkan dari aktivitas industri. Selebihnya akibat kegiatan pelayaran hingga kecelakaan kapal tanker. Lautan Indonesia sebagai jalur kapal tanker internasional pun rawan tercemar limbah minyak. Namun laut Indonesia juga memiliki mekanisme tersendiri untuk menetralisasi pencemaran. Laut Indonesia kaya mikroba pengunyah minyak yang mampu meremediasi kawasan tercemar.
"Mikroba itu perlu diberdayakan untuk mengurangi pencemaran laut," kata Ahmad Thontowi, salah satu anggota tim peneliti bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Thontowi berhasil meraih hibah dari Indonesia Toray Science Foundation (ITSF) untuk risetnya itu, di Jakarta, akhir Februari silam. Dengan dana hibah tersebut, Thontowi berharap bisa melanjutkan penelitian tentang bakteri pemakan minyak. Thontowi memiliki waktu untuk melakukan riset hingga 31 Maret ini.
Menurut Thontowi, penelitian itu dimulai pada 1 April 2005. "Benar telah berlangsung lebih dari tiga tahun," katanya. Dana murni berasal dari Pemerintah Jepang, sedangkan Indonesia menyumbang fasilitas laboratorium, sumber daya hayati, dan tenaga peneliti. Penelitian itu diperkiraan menghabiskan dana Rp 3 milyar. Riset itu merupakan kerja bersama antara LIPI dan National Institute of Technology and Evaluation (NITE), Jepang.
Kerja sama riset ini dipayungi MOU Ristek-NITE/NEDO, Jepang. Di LIPI sendiri, ada tiga pusat penelitian (puslit) yang terlibat, yaitu Puslit Bioteknologi, Puslit Biologi, dan Puslit Oseanografi. Latar belakang penelitian itu adalah bahwa tanker-tanker internasional --termasuk Jepang-- melalui jalur laut Indonesia, Selat Malaka, Sunda, dan Lombok. Kepadatan lalu lintas memungkinkan suatu saat bisa terjadi kecelakaan tanker yang dapat menyebabkan pencemaran minyak.
Dengan menguasai teknologi penanganan limpahan minyak, bila terjadi kasus pencemaran minyak, akan lebih mudah mengatasinya. Yaitu menggunakan bakteri pengunyah limbah yang akan mengubah minyak menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya. Penelitian itu memang bertujuan mengisolasi dan mengarakterisasi bakteri pendegradasi minyak di laut tropis, terutama wilayah jalur tanker dari negara produsen minyak ke Jepang melalui Indonesia.
Telah dikoleksi 53 jenis mikroba pendegradasi senyawa minyak di laut. Penelitian itu difokuskan pada isolasi dan karakterisasi mikroba pendegradasi di laut. Sedangkan monitoring keberadaan mikroba sepanjang musim pada kondisi alami di laut tercemar juga merupakan bagian faktor yang diamati dan diteliti. "Mekanisme penguraian minyak atas peran bakteri-bakteri tersebut di amati, diteliti, dan dilakukan dalam skala lapangan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu," katanya.
Selanjutnya, di laboratorium, penelitian komposisi dan komunitas bakteri yang bertanggung jawab atas penguraian minyak di laut diamati menggunakan metode pendekatan molekuler, yang disebut teknik DGGE (denaturing gradient gel elektrophoresis). "Kami juga melakukan karakterisasi gen yang bertanggung jawab atas penguraian senyawa hidrokarbon beserta kloningnya," kata Thontowi.
"Kami menduga, setiap bakteri yang bekerja untuk meremediasi minyak di laut punya peran sendiri-sendiri di habitat alamnya," katanya. Dari hasil isolasi, bakteri tertentu dinyatakan dominan dan relatif memiliki kemampuan mendegradasi minyak yang signifikan (tinggi), yaitu Marinobacter, Oceanobacter, Alcanivorax, Thalassospira, Stappia, Bacillus, Novospingobium, Pseudomonas, Spingobium, dan Rhodobacter.
"Untuk di Indonesia, biasanya yang banyak dikenal Pseudomonas," ujarnya. Jika minyak tumpah ke laut, yang terjadi adalah penguapan, dibawa ombak ke pantai, atau terendapkan. Minyak mentah sendiri terdiri dari empat jenis senyawa, yaitu saturates/parafin, aromatik termasuk PAH (polycyclic aromatic hydrocarbon), resin, dan aspalten.
"Kami menangani untuk pencemar hingga dua senyawa, saturates dan aromatik," katanya. Secara teori, resin dan aspalten juga bisa diuraikan oleh bakteri. Namun itu memerlukan penelitian lebih lanjut. Adapun teknik untuk mengunyah minyak tersebut menggunakan bioremediasi atau biodegradasi. Bioremediasi adalah proses remediasi atau pemulihan area terpolusi menggunakan mikroba sebagai agen pendegradatornya.
Bioremediasi dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu bioaugmentasi dan biostimulasi. Bioaugmentasi adalah teknik menebarkan mikroba ketika terjadi pencemaran minyak. Sedangkan teknik biostimulasi menggunakan "pupuk" mineral untuk menumbuhkan mikroba di lingkungan yang tercemar. "Sehingga mikroba yang tumbuh itu siap menguraikan minyak menjadi senyawa yang lebih ramah lingkungan. Dan itu yang paling banyak direkomendasikan, meskipun tidak tertutup kemungkinan menggunakan teknik bioaugmentasi," paparnya.
Thontowi mengingatkan bahwa mikroba yang bekerja menguraikan minyak tidak hanya sejenis, tapi suatu komunitas. Setiap setiap jenis mikroba memiliki kemampuan sendiri-sendiri dalam mengurai minyak. "Ada yang kemampuannya mengurai parafin, tugas selanjutnya dilakukan jenis lain," katanya. Namun yang banyak dikenal mampu mengurai saturates dan aromatik adalah Alcanivorax borkumensis. "Dia memang dikenal memiliki kemampuan yang tinggi," ujarnya.
Efektivitas bakteri dalam mengurai minyak bervariasi, bergantung pada jenis bakteri, dari 0 persen-100 persen. Efektivitas bakteri dalam mengurai minyak didasarkan pada jumlah minyak yang ada dalam larutan kultur dibandingkan dengan sesudah treatment bakteri, dihitung seberapa besar minyak yang tertinggal dalam larutan, termasuk bakterinya.
Monitoring dilakukan menggunakan GC-Mass, alat penera gas kromatografi yang dapat menganalisis komponen senyawa apa yang ada dalam larutan tersebut dan bermassa berapa, sehingga diketahui persis masih mengandung minyak atau tidak. "Dalam percobaan, setelah treatment dengan bakteri, minyak habis termakan bakteri," katanya.
Prosesnya, sebelum makan minyak, bakteri menghasilkan surfactan. Yaitu sejenis enzim yang dapat menyatukan minyak dengan air. Setelah minyak dan air menyatu, mulailah bakteri makan minyak. "Ditandai dengan terpecah-pecahnya gumpalan minyak menjadi kecil-kecil," tuturnya. Akhirnya minyak diubah menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya.
"Dengan mengembangkan mikroba tropis Indonesia, akan mudah mengembangkan sistemnya karena telah sesuai dengan habitat tumbuh mikroba tersebut," katanya. Di luar negeri, yang sudah mempraktekkannya adalah Jepang, Kanada, dan Amerika Serikat. Pencemaran tanker di sekitar perairan Jepang, Kanada, dan Amerika terjadi akibat tenggelamnya Exxon Valdez yang berisi 38.800 ton minyak pada 1989.
Artikel mengenai peranan dari mikroba untuk minyak ini semoga dapat menambah pengetahuan yang positif untuk anda.
Berbagai macam zat berbahaya yang terkandung dalam minyak dilepaskan ke lingkungan perairan. Kasus pencemaran ini belum disikapi dan ditanggulangi dengan serius. Teknik bioremediasi dengan memanfaatkan mikroorganisme sebagai agen biologi untuk biodegradasi senyawa hidrokarbon adalah satu langkah solusi untuk masalah tersebut, karena teknologi ini memiliki efesiensi tinggi dan ramah lingkungan.
Komponen minyak mentah terdiri dari lebih 100 jenis senyawa yang terkelompok dalam alkana, aromatik, resin dan asphaltene. Komponen tersebut merupakan polutan utama di tanah dan lingkungan perairan serta bersifat toksik. Informasi konsorsium mikroba pendegradasi mintak mentah sangat diperlukan. Ini sesuai dengan satu proses bioremediasi yaitu teknik biostimulasi yang aplikasinya lebih efektif karena langsung merangsang aktivitas mikroba yang ada di daerah cemaran limbah. Sasaran dari penelitian ini ditekankan untuk identifikasi konsorsium mikroorganisme yang ada di lingkungan tercemar secara genetika. Kegiatan riset ini telah melakukan analisa mikroba pendegradasi minyak dengan 16S rRNA dan monitoring perubahan komponen crude oil dengan kromatografi gas spektrometri masa (GC/MS).
Kegiatan ini mengambil sampel air laut yang diambil dari pelabuhan Semarang. Analisa partial sekuens 16S rRNA dari beberapa isolat dibandingkan dengan sekuens seluruh bakteria yang ada didalam database Gen-Bank dengan menggunakan program BLAST yang menunjukkan adanya kelompok mikroba murni potensial dalam mendegradasi senyawa alkana dan PAHs (Fluorene, Naphthalene, Phenantrene dan Dibenzothiophene)
Mikroba sebagai Bakteri Pengunyah Minyak
"Mikroba itu perlu diberdayakan untuk mengurangi pencemaran laut," kata Ahmad Thontowi, salah satu anggota tim peneliti bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).Minyak terbukti menjadi pencemar lautan nomor satu. Separuhnya dihasilkan dari aktivitas industri. Selebihnya akibat kegiatan pelayaran hingga kecelakaan kapal tanker. Lautan Indonesia sebagai jalur kapal tanker internasional pun rawan tercemar limbah minyak. Namun laut Indonesia juga memiliki mekanisme tersendiri untuk menetralisasi pencemaran. Laut Indonesia kaya mikroba pengunyah minyak yang mampu meremediasi kawasan tercemar.
"Mikroba itu perlu diberdayakan untuk mengurangi pencemaran laut," kata Ahmad Thontowi, salah satu anggota tim peneliti bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Thontowi berhasil meraih hibah dari Indonesia Toray Science Foundation (ITSF) untuk risetnya itu, di Jakarta, akhir Februari silam. Dengan dana hibah tersebut, Thontowi berharap bisa melanjutkan penelitian tentang bakteri pemakan minyak. Thontowi memiliki waktu untuk melakukan riset hingga 31 Maret ini.
Menurut Thontowi, penelitian itu dimulai pada 1 April 2005. "Benar telah berlangsung lebih dari tiga tahun," katanya. Dana murni berasal dari Pemerintah Jepang, sedangkan Indonesia menyumbang fasilitas laboratorium, sumber daya hayati, dan tenaga peneliti. Penelitian itu diperkiraan menghabiskan dana Rp 3 milyar. Riset itu merupakan kerja bersama antara LIPI dan National Institute of Technology and Evaluation (NITE), Jepang.
Kerja sama riset ini dipayungi MOU Ristek-NITE/NEDO, Jepang. Di LIPI sendiri, ada tiga pusat penelitian (puslit) yang terlibat, yaitu Puslit Bioteknologi, Puslit Biologi, dan Puslit Oseanografi. Latar belakang penelitian itu adalah bahwa tanker-tanker internasional --termasuk Jepang-- melalui jalur laut Indonesia, Selat Malaka, Sunda, dan Lombok. Kepadatan lalu lintas memungkinkan suatu saat bisa terjadi kecelakaan tanker yang dapat menyebabkan pencemaran minyak.
Dengan menguasai teknologi penanganan limpahan minyak, bila terjadi kasus pencemaran minyak, akan lebih mudah mengatasinya. Yaitu menggunakan bakteri pengunyah limbah yang akan mengubah minyak menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya. Penelitian itu memang bertujuan mengisolasi dan mengarakterisasi bakteri pendegradasi minyak di laut tropis, terutama wilayah jalur tanker dari negara produsen minyak ke Jepang melalui Indonesia.
Telah dikoleksi 53 jenis mikroba pendegradasi senyawa minyak di laut. Penelitian itu difokuskan pada isolasi dan karakterisasi mikroba pendegradasi di laut. Sedangkan monitoring keberadaan mikroba sepanjang musim pada kondisi alami di laut tercemar juga merupakan bagian faktor yang diamati dan diteliti. "Mekanisme penguraian minyak atas peran bakteri-bakteri tersebut di amati, diteliti, dan dilakukan dalam skala lapangan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu," katanya.
Selanjutnya, di laboratorium, penelitian komposisi dan komunitas bakteri yang bertanggung jawab atas penguraian minyak di laut diamati menggunakan metode pendekatan molekuler, yang disebut teknik DGGE (denaturing gradient gel elektrophoresis). "Kami juga melakukan karakterisasi gen yang bertanggung jawab atas penguraian senyawa hidrokarbon beserta kloningnya," kata Thontowi.
"Kami menduga, setiap bakteri yang bekerja untuk meremediasi minyak di laut punya peran sendiri-sendiri di habitat alamnya," katanya. Dari hasil isolasi, bakteri tertentu dinyatakan dominan dan relatif memiliki kemampuan mendegradasi minyak yang signifikan (tinggi), yaitu Marinobacter, Oceanobacter, Alcanivorax, Thalassospira, Stappia, Bacillus, Novospingobium, Pseudomonas, Spingobium, dan Rhodobacter.
"Untuk di Indonesia, biasanya yang banyak dikenal Pseudomonas," ujarnya. Jika minyak tumpah ke laut, yang terjadi adalah penguapan, dibawa ombak ke pantai, atau terendapkan. Minyak mentah sendiri terdiri dari empat jenis senyawa, yaitu saturates/parafin, aromatik termasuk PAH (polycyclic aromatic hydrocarbon), resin, dan aspalten.
"Kami menangani untuk pencemar hingga dua senyawa, saturates dan aromatik," katanya. Secara teori, resin dan aspalten juga bisa diuraikan oleh bakteri. Namun itu memerlukan penelitian lebih lanjut. Adapun teknik untuk mengunyah minyak tersebut menggunakan bioremediasi atau biodegradasi. Bioremediasi adalah proses remediasi atau pemulihan area terpolusi menggunakan mikroba sebagai agen pendegradatornya.
Bioremediasi dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu bioaugmentasi dan biostimulasi. Bioaugmentasi adalah teknik menebarkan mikroba ketika terjadi pencemaran minyak. Sedangkan teknik biostimulasi menggunakan "pupuk" mineral untuk menumbuhkan mikroba di lingkungan yang tercemar. "Sehingga mikroba yang tumbuh itu siap menguraikan minyak menjadi senyawa yang lebih ramah lingkungan. Dan itu yang paling banyak direkomendasikan, meskipun tidak tertutup kemungkinan menggunakan teknik bioaugmentasi," paparnya.
Thontowi mengingatkan bahwa mikroba yang bekerja menguraikan minyak tidak hanya sejenis, tapi suatu komunitas. Setiap setiap jenis mikroba memiliki kemampuan sendiri-sendiri dalam mengurai minyak. "Ada yang kemampuannya mengurai parafin, tugas selanjutnya dilakukan jenis lain," katanya. Namun yang banyak dikenal mampu mengurai saturates dan aromatik adalah Alcanivorax borkumensis. "Dia memang dikenal memiliki kemampuan yang tinggi," ujarnya.
Efektivitas bakteri dalam mengurai minyak bervariasi, bergantung pada jenis bakteri, dari 0 persen-100 persen. Efektivitas bakteri dalam mengurai minyak didasarkan pada jumlah minyak yang ada dalam larutan kultur dibandingkan dengan sesudah treatment bakteri, dihitung seberapa besar minyak yang tertinggal dalam larutan, termasuk bakterinya.
Monitoring dilakukan menggunakan GC-Mass, alat penera gas kromatografi yang dapat menganalisis komponen senyawa apa yang ada dalam larutan tersebut dan bermassa berapa, sehingga diketahui persis masih mengandung minyak atau tidak. "Dalam percobaan, setelah treatment dengan bakteri, minyak habis termakan bakteri," katanya.
Prosesnya, sebelum makan minyak, bakteri menghasilkan surfactan. Yaitu sejenis enzim yang dapat menyatukan minyak dengan air. Setelah minyak dan air menyatu, mulailah bakteri makan minyak. "Ditandai dengan terpecah-pecahnya gumpalan minyak menjadi kecil-kecil," tuturnya. Akhirnya minyak diubah menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya.
"Dengan mengembangkan mikroba tropis Indonesia, akan mudah mengembangkan sistemnya karena telah sesuai dengan habitat tumbuh mikroba tersebut," katanya. Di luar negeri, yang sudah mempraktekkannya adalah Jepang, Kanada, dan Amerika Serikat. Pencemaran tanker di sekitar perairan Jepang, Kanada, dan Amerika terjadi akibat tenggelamnya Exxon Valdez yang berisi 38.800 ton minyak pada 1989.
Artikel mengenai peranan dari mikroba untuk minyak ini semoga dapat menambah pengetahuan yang positif untuk anda.